Selamat Datang di Situs Resmi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang, Semoga Situs Ini Benar-benar Menjadi Media Informasi Yang Up to Date Selamat & Sukses Kepada Program Studi Pendidikan Islam Anak Usia Dini Atas Diraihnya Akreditasi Dengan Predikat Unggul Selamat dan Sukses Kepada Prof. Dr. Ahmad Zainuri, M.Pd.I. Sebagai Dekan FITK Periode 2023-2024

Bulan Ramadhan: Saatnya Kita Mengasah Empati


Kategori: Tausiyah

BULAN RAMADHAN: SAATNYA KITA MENGASAH EMPATI

Ditulis oleh : DR. Fitri Oviyanti, M.Ag

 

            Manusia ditakdirkan oleh Allah SWT sebagai makhluk yang bersifat individual sekaligus sosial. Sebagaimana  layaknya kebutuhan fisik (lahir) dan psikhis (bathin), maka kebutuhan manusia sebagai makhluk individual dan sosial juga harus terpenuhi secara seimbang, agar tercipta kehidupan yang sehat dan damai. Pada hakikatnya, untuk memenuhi kebutuhannya sebagai makhluk individual pun, manusia tidak dapat melakukan semuanya secara sendiri, apalagi untuk memenuhi kebutuhannya sebagai  makhluk sosial. Manusia selalu membutuhkan orang lain atau membutuhkan  interaksi sosial. Allah SWT.berfirman dalam al-Qur’an surat al-Hujurat ayat 13:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

 

Artinya:

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”

 

Ada yang menarik  dari ayat di atas. Terdapat kata  ta’arafu yang menurut Qurais Shihab terambil dari kata  ‘arafa yang berarti mengenal. Kata yang digunakan ayat ini mengandung makna timbal balik. Dengan demikian, ia berarti saling mengenal. Semakin kuat pengenalan satu pihak kepada selainnya, semakin terbuka peluang untuk saling memberi manfaat. Oleh karena itu, ayat di atas menekankan perlunya saling mengenal. Perkenalan itu dibutuhkan untuk saling menarik pelajaran dan pengalaman pihak lain guna meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT. yang dampaknya tercermin pada kedamaian dan kesejahteraan hidup duniawi dan kebahagiaan ukhrawi.

Ayat  ini, menurut Jalaluddin juga mengisyaratkan bahwa sebagai makhluk sosial, manusia (al-Nas) memiliki kemampuan mobilitas yang tinggi, serta dorongan untuk bekerja sama antar sesama.

           Beranjak dari pemahaman di atas, maka dapat dikatakan bahwa hubungan sosial pada dasarnya sangat dibutuhkan oleh manusia untuk saling memberi manfaat satu sama lain. Salah satu manfaat terbesar yang tampak dari adanya hubungan sosial adalah adanya kesempatan untuk saling memberi pelajaran dan berbagi pengalaman. Experience is the best teacher, demikian bunyi sebuah kata mutiara yang akrab di telinga kita. Pengamalan yang dapat menjadi guru terbaik dalam kehidupan ini, tidak harus selalu kita alami terlebih dahulu, tetapi dapat juga kita pelajari dari pengalaman orang lain yang dibaginya kepada kita, sehingga kita tidak perlu terperosok dalam jurang kesalahan yang sama.

            Inilah salah satu manfaat menjalin hubungan sosial bagi manusia. Dan Allah selalu menggandengkan perintah ibadah yang bersifat individual dengan dampak sosial.

Sebagaimana yang kita pahami bersama bahwa puasa merupakan salah satu contoh ibadah yang bersifat individual. Namun pada hakikatnya puasa juga memiliki imbas sosial dalam kehidupan bermasyarakat. Bulan ramadhan merupakan bulan yang penuh berkah dan penuh dengan pembelajaran. Salah satu pembelajaran berharga yang bisa kita dapatkan di bulan suci ini adalah pembelajaran “Empati”.

        Empati adalah pemahaman kita tentang orang lain berdasarkan sudut pandang, prespektif, kebutuhan-kebutuhan, pengalaman-pengalaman orang tersebut. Sikap empati sangat dibutuhkan di dalam proses bersosialisasi agar tercipta suatu hubungan yang saling menguntungkan dan bermakna. Untuk menumbuhkan empati dibutuhkan “riyadhah” (latihan), dan bulan ramadhan  menjadi waktu yang sangat baik bagi kaum muslimin untuk melatih sikap empati kepada sesama. Rasa lapar dan haus yang kita rasakan selama menjalankan ibadah puasa dapat melatih diri kita untuk mampu memahami kebutuhan dan sudut pandang orang-orang yang miskin dan lemah. Dengan empati, interaksi sosial yang kita lakukan akan semakin bermakna, karena kemampuan kita memahami orang lain dengan perspektif orang tersebut menjadikan kita pribadi yang tidak egois. Konflik-konflik dalam hubungan sosial biasanya dimulai dari hal-hal kecil, seperti ketersinggungan antar pribadi. Sikap empati akan meminimalisir konflik-konflik interpersonal tersebut, sehingga interaksi sosial kita semakin indah. Bukankah salah satu tugas kita di muka bumi ini adalah  menjadi Rahmatan lil ‘alamiin?