Selamat Datang di Situs Resmi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang, Semoga Situs Ini Benar-benar Menjadi Media Informasi Yang Up to Date Selamat & Sukses Kepada Program Studi Pendidikan Islam Anak Usia Dini Atas Diraihnya Akreditasi Dengan Predikat Unggul Selamat dan Sukses Kepada Prof. Dr. Ahmad Zainuri, M.Pd.I. Sebagai Dekan FITK Periode 2023-2024

Orasi ilmiah Yudisium ke-87


Orasi ilmiah Yudisium ke-87

Pendidikan yang berkualitas ditentukan oleh berbagai elemen yang saling terkait sebagai suatu sistem. Salah satunya adalah guru atau pendidik sebagai pelaku terdepan pelaksanaan pendidikan. Di setiap era, pendidik berhadapan dengan sejumlah peluang dan tantangan dalam melaksanakan tugasnya. Di era digital dan global saat ini, tugas guru semakin sarat dengan tantangan. Pendidik tidak hanya bertanggung jawab untuk pengajaran akademik, tetapi juga penanaman nilai-nilai moral, etika, empati, toleransi, dan inklusivitas yang sangat penting bagi perkembangan spiritual, emosional, dan sosial peserta didik (Saepudin, 2021). Selain itu, guru juga diharapkan terampil mengintegrasikan teknologi dalam pembelajaran seperti pemanfaatan berbagai media dan platform digital untuk memenuhi beragam kebutuhan gaya belajar peserta didik dan menciptakan pembelajaran yang efektif dan menarik. Mereka juga diharapkan mampu menumbuhkan pola pikir kewirausahaan di kalangan peserta didik, mendorong mereka berpikir kreatif dan inovatif agar mampu beradaptasi dan menavigasi kehidupan dunia modern. Oleh karena itu, pada orasi ilmiah ini, saya mencoba untuk menyampaikan beberapa upaya yang dapat dilakukan oleh para lulusan FITK sebagai calon pendidik untuk menjadi pendidik yang religius dan berwawasan techno-edupreneur.

 

Memiliki Integritas, Kasih Sayang, Empati, Tanggung Jawab, dan Panggilan Jiwa  

Hadirin sekalian yang berbahagia,

Kualitas dan atribut utama seorang pendidik yang religius adalah memiliki integritas, kasih sayang, empati, tanggung jawab, dan panggilan jiwa. Integritas menjadi landasan karakter seorang pendidik yang mencakup kejujuran, keadilan, komitmen, dan konsistensi untuk menjunjung tinggi prinsip moral dan etika dalam perkataan dan perbuatan di seluruh aspek kehidupan. Seorang pendidik yang memiliki integritas moral dapat menjadi tauladan dan menginspirasi peserta didiknya untuk meniru sikap dan perbuatannya.

Selain itu, kasih sayang dan empati merupakan kualitas penting lainnya yang harus diwujudkan oleh seorang pendidik. Kasih sayang merupakan wujud cinta yang diekspresikan dalam tindakan. Empati adalah kemampuan memahami dan berbagi perasaan dengan orang lain. Empati memunculkan pemahaman terhadap kondisi, dan penderitaan orang lain dan reaksi positif dengan keinginan tulus untuk membantu. Dengan berempati terhadap perjuangan dan tantangan yang dihadapi peserta didiknya, pendidik dapat memberikan motivasi, bimbingan, dan dukungan pada saat dibutuhkan. Kasih sayang dan empati yang dicontohkan oleh seorang pendidik akan berdampak positif terhadap perkembangan moral peserta didiknya.

Di samping itu, menjadi guru adalah suatu panggilan jiwa, tanpa paksaan, sepenuh hati untuk mengabdi, mendidik, mencerdasakan anak bangsa sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005. Guru yang mengajar dengan sepenuh hati akan selalu berusaha menerima segala kekurangan dan kelebihan peserta didiknya, baik dalam karakter maupun kecerdasannya. Karenanya, seorang guru dituntut memiliki kesabaran dan hati yang lapang menghadapi berbagai tantangan bertugas. Pendidikan dan pengajaran yang dilakukan selalu diniatkan untuk mendapatkan keridhoan Allah SWT.

 

Mengoptimalkan Pemanfaatan Teknologi dalam Pendidikan

Hadirin sekalian yang berbahagia,

Seorang pendidik juga dituntut untuk terampil dalam memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk memenuhi kebutuhan belajar yang terus berkembang. Pemanfaatan TIK sangat membantu pendidik dalam menciptakan pembelajaran yang efektif, menarik, dan mudah diakses. Saat ini cukup banyak platform Learning Management System (LMS) yang dapat digunakan dalam pembelajaran seperti Moodle, Edmodo, atau Google Classroom untuk mendesain, mendistribusikan, dan menjelaskan materi pembelajaran. Penggunaan aplikasi ini memungkinkan pendidik dan peserta didik berinteraksi dan berdiskusi secara real-time. Selain itu, Kahoot dan Quizizz  juga dapat digunakan untuk penilaian hasil belajar. Pendidik dapat membuat kuis yang disesuaikan dengan tujuan pembelajaran. Pemanfaatan teknologi digital juga memungkinkan pendidik untuk mengakses berbagai sumber belajar seperti perpustakaan digital, video pembelajaran, dan peluang pengembangan profesional secara online. Selain itu, pendidik juga dapat memanfaatkan kekuatan media sosial untuk mendorong peserta didik berpartisipasi dalam kegiatan amal untuk mewujudkan sikap empati dan kepedulian sosial dalam kehidupan bermasyarakat. Bahkan, dalam dunia usaha, konsep kewirausahaan digital (digital entrepreneurship) sangat mengandalkan penerapan internet dan teknologi digital dalam menjalankan dan mengembangkan usaha (Elia et al., 2020).

 

Memiliki Pola Pikir dan Keterampilan Wirausaha (Entrepreneurial Mindset and Skills)

Hadirin sekalian yang berbahagia,

Seorang pendidik juga diharapkan memiliki pola pikir dan keterampilan kewirausahaan atau entrepreneurship. Secara sempit, entrepreneurship didefinisikan sebagai identifikasi peluang, pengembangan, penciptaan dan pertumbuhan usaha, atau menjadi wirausaha (QAA, 2012). Secara luas, entrepreneurship didefinisikan sebagai pengembangan pribadi, kreativitas, kemandirian, dan inisiatif untuk menjadi wirausaha (Mwasalwiba, 2010). Adapun, edupreneurship didefiniskan sebagai “konten, metode dan kegiatan yang mendukung penciptaan pengetahuan, kompetensi dan pengalaman yang memungkinkan peserta didik untuk memulai dan berpartisipasi dalam proses penciptaan nilai kewirausahaan” (Moberg et al., 2012, p.14). Definisi ini menegaskan bahwa kewirausahaan adalah ketika seseorang bertindak berdasarkan peluang dan ide yang muncul dan mengubahnya menjadi nilai bagi orang lain. Nilai yang diciptakan dapat berupa nilai finansial, budaya, atau sosial.

Dalam dunia pendidikan, entrepreneurship tidak hanya dipandang sebagai memulai suatu usaha atau menjadi wirausaha, tetapi juga menjadikan peserta didik lebih kreatif, berorientasi pada peluang, proaktif, dan inovatif (Lackéus, 2015). Pandangan ini menekankan bahwa peserta didik dapat dilatih untuk menciptakan nilai bagi orang lain. Hal inilah yang menjadi inti dari Edupreneurship. Edupreneurship merupakan sebuah terobosan dalam bidang pendidikan yang bertujuan untuk menghasilkan lulusan atau sumber daya manusia yang unggul, memiliki daya saing yang tinggi, berjiwa wirausaha, dan dapat memberi manfaat bagi lingkungannya (Lackéus, 2015). Banyak ahli yang menyatakan bahwa cara untuk belajar berwirausaha, yaitu dengan belajar melalui pengalaman sendiri. Tidak ada jalan pintas, hanya dapat diperoleh melalui learning-by-doing dan direct observation yang dapat memicu pengembangan pola pikir dan kemampuan kewirausahaan (Cope, 2005).

Selanjutnya, ada seperangkat keterampilan yang dibutuhkan untuk menjadi seorang entrepreneur yang meliputi keterampilan persuasi, kreativitas, pemikiran kritis, kepemimpinan, negosiasi, pemecahan masalah, pengelolaan waktu, dan jaringan sosial (Rãdulescu, 2020). Seorang entrepreneur harus memiliki keterampilan persuasi, yaitu kemampuan berkomunikasi dan membujuk orang lain secara efektif untuk menyampaikan ide baru atau meyakinkan orang lain agar memberikan dukungan terhadap usaha yang dilakukan. Kreativitas dan pemikiran kritis juga sangat dibutuhkan untuk mengevaluasi peluang dan risiko dengan baik sehingga menghasilkan inovasi dan keputusan yang tepat dalam berwirausaha. Kepemimpinan yang efektif sangat diperlukan untuk mengarahkan, memotivasi, dan menginspirasi tim dalam bekerja. Selain itu, keterampilan negosiasi dan pemecahan masalah juga sangat penting untuk membangun dan membina kemitraan, membuat kesepakatan, dan menyelesaikan konflik untuk keberlanjutan usaha secara keseluruhan. Pengelolaan waktu dan penentuan skala prioritas juga sangat diperlukan karena di dunia teknologi dan kewirausahaan yang serba cepat, waktu adalah komoditas yang sangat berharga. Selain itu, interaksi dengan dunia luar juga merupakan aspek kunci dari kewirausahaan (Lackéus, 2015) untuk menambah wawasan, memperoleh peluang, dan menjalin kolaborasi dengan berbagai pihak.

 

Mengintegrasikan Kewirausahaan ke dalam Pendidikan

Hadirin sekalian yang berbahagia,

Integrasi kewirausahaan ke dalam pendidikan telah mendapatkan perhatian yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir, karena memberikan banyak manfaat bagi siswa, pendidik, dan masyarakat. Dengan menumbuhkan pola pikir kewirausahaan, lembaga pendidikan dapat membekali peserta didik dengan pola pikir dan keterampilan wirausaha. Untuk itu, beberapa strategi dapat dilakukan seperti dengan mengembangkan mata pelajaran/mata kuliah khusus, kursus, lokakarya yang berfokus pada kewirausahaan, atau dengan memasukkan unsur kewirausahaan ke dalam mata pelajaran yang sudah ada.

Strategi efektif lainnya melibatkan peningkatan pembelajaran berdasarkan pengalaman (experiential learning) dan penerapan praktis (practical application) konsep kewirausahaan (Lackéus, 2015). Hal ini dapat dicapai melalui inisiatif seperti simulasi bisnis, proyek kewirausahaan, magang, dan kemitraan dengan dunia usaha. Dengan terlibat dalam kegiatan kewirausahaan langsung, siswa dapat memperoleh pengalaman berharga, mengembangkan pemahaman yang mendalam tentang dinamika bisnis. Di samping itu, menciptakan ekosistem kewirausahaan (entrepreneurial ecosystem) dalam lembaga pendidikan dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap pengintegrasian kewirausahaan ke dalam pendidikan. Hal ini melibatkan pendirian pusat kewirausahaan, inkubator, dan akselerator yang dapat memberi bimbingan, peluang, dan  jaringan untuk mengembangkan aspirasi kewirausahaan.

 

Penutup

Hadirin sekalian yang berbahagia,

Dapat disimpulkan bahwa sinergi antara penerapan nilai-nilai religius, teknologi, dan kewirausahaan dalam pendidikan sangat penting bagi para lulusan FITK untuk dapat menjadi pendidik yang mampu menciptakan lingkungan belajar yang tidak hanya memenuhi kebutuhan kognitif dan keterampilan teknis peserta didik, namun juga memupuk perkembangan moral, kreativitas, kemandirian, dan tanggung jawab dalam rangka mempersiapkan mereka untuk menjadi sumber daya manusia yang memiliki daya saing yang tinggi, penuh kasih sayang, dan kepedulian sosial.    

Oleh karena itu, Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK), khususnya Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) sebagai lembaga pencetak pendidik di lingkungan Kementerian Agama RI yang mengemban tugas untuk menyelenggarakan program pengadaan pendidik mulai dari jenjang pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar dan menengah dituntut untuk meningkatkan kualitas lulusannya, tidak hanya menghasilkan lulusan dalam jumlah yang besar dalam setiap periode kelulusan, tetapi harus menghasilkan lulusan yang kreatif, mandiri, dan inovatif, serta berjiwa wirausaha agar lebih optimal dapat berkontribusi positif untuk keluarga, masyarakat, dan negara.